Monday, September 12, 2016

Pembingkaian Media Online direktoripati.com dan suaramerdeka.com Terkait Pemberitaan tentang Gelar Kebangsawanan Bupati Pati



JUDUL : Pembingkaian Media Online direktoripati.com dan suaramerdeka.com Terkait Pemberitaan tentang Gelar Kebangsawanan Bupati Pati 

oleh :
Fithri Nugrahani S., S.Sos, M.Si (Humas Pemkab Pati, Jateng)
Baiq Diah Aprina Widyati, S.Sos (Kantor Penghubung Pemda NTB di Jakarta)

 

ABSTRAK
Media online memiliki peranan penting dalam memonitor kinerja pemerintah lokal karena berita mereka sering menjadi rujukan netizen lokal dalam men-share berita. Dalam pemberitaan-pemberitaan mereka, seringkali ditemukan pembingkaian yang berbeda terhadap satu peristiwa yang sama.
Kajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai pembingkaian berita tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati di media online direktoripati.com dan suaramerdeka.com.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dengan pendekatan kualitatif, strategi social konstruktivisme dengan menggunakan model analisis Robert N. Entman.
Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa dua media yang berbeda orientasi politik dapat memberitakan sebuah tema yang sama, dengan konstruksi yang berbeda. Agenda politik di tingkat lokal (Pilbup) sangat berpengaruh terhadap pemberitaan media lokal yang partisan
Kajian ini memberikan kontribusi untuk Bagian Humas Pemkab Pati, yaitu sebagai bahan mapping bagi program media relations dan manajemen isu di instansi tersebut.

Kata kunci: komunikasi massa, media online, berita, framing, Robert N. Entman







BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Media massa memiliki peran srategis, sebagai saluran yang menyampaikan informasi kepada publik secara serempak di antara khalayak yang sedang menggunakan media tersebut. Pada dasarnya, media massa memiliki fungsi penghantar dalam menyebar berbagai macam pengetahuan, menyelenggarakan kegiatan dalam lingkungan publik yang dapat dijangkau segenap anggota masyarakat secara bebas, sukarela, umum dan murah, hubungan antara pengirim dan penerima seimbang dan sama, serta mampu menjangkau lebih banyak orang daripada institusi lainnya.
Perkembangan masyarakat yang dipacu oleh kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap kemekaran media massa. Kecepatan berita menjadi salah satu aspek yang sangat penting, selain aspek lain seperti ketepatan dan keakuratan data. Dengan kemunculan dan perkembangan internet, maka publik dapat mengakses berita dan informasi dengan cepat. Perkembangan teknologi tersebut, juga menimbulkan perubahan dan perkembangan dalam dunia jurnalistik dengan munculnya jurnalisme online, yang mampu menyajikan informasi secara cepat dan mudah untuk diakses.
Dalam menayangkan sebuah berita, media online dan media konvensional memiliki karakteristik yang sama dalam proses penentuan nilai berita. Berita adalah laporan kejadian yang aktual, bermakna dan menarik. Sebuah kejadian yang mempunyai unsur nilai paling tinggi pasti akan lebih diprioritaskan dibanding dengan peristiwa yang tidak memiliki nilai berita. Pendek kata, nilai berita bukan hanya menjadi ukuran dan standar kerja, melainkan juga telah menjadi ideologi dari kerja wartawan, nilai berita memperkuat dan  membenarkan wartawan kenapa peristiwa tersebut diliput sedangkan yang lain tidak. Nilai berita menjadi guide line untuk mengarahkan dan mendisiplinkan awak media ketika berhadapan dengan fakta atau informasi. Nilai berita merupakan asumsi intuitif wartawan tentang apa yang menarik bagi khalayak tertentu, yakni apa yang mendapat perhatian mereka. Nilai berita yang dimaksud diantaranya adalah aktualitas (timeliness), kedekatan (proximity), keterkenalan (prominence), dampak (consequence), dan human interest.
Jurnalisme online, sebagai media baru yang muncul seiring perkembangan teknologi, memiliki kelebihan lain dibanding dengan media konvensional. Selain mengandalkan kecepatannya dalam memberikan dan mengupdate informasi terbaru, junalisme online juga memberikan ruang kepada publik untuk memberikan respon atas pemberitaan yang ada. Dengan media online, pembaca tidak perlu menyediakan waktu khusus untuk membaca informasi, karena media online bisa dikonsumsi dimana saja. Khalayak penerima berita juga dapat memilih, menjawab kembali, menukar informasi dan dihubungkan dengan penerima lainnya secara langsung. Hal ini berbanding terbalik dengan media konvensional, yang harus melalui proses panjang, hingga menjadi suatu bundelan sekumpulan informasi atau peristiwa.
Dalam proses pembuatan berita, para awak media mengemas dan membingkai aspek tertentu dari peristiwa lewat bantuan kata, aksentuasi kalimat, gambar dan perangkat lainnya. Pembingkaian (framing) adalah analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Penonjolan atau penekanan aspek tertentu dari suatu realitas, akan membuat bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih mudah diingat, dan lebih mengena dalam pikiran masyarakat. Pembingkaian media terhadap suatu isu/peristiwa yang sama saling berbeda, karena dipengaruhi oleh ideologi dan kondisi media yang bersangkutan. Perbedaan tersebut terlihat dari pemilihan dan penggunaan kata, gambar, atau angle tulisan.
Konstruksi realitas yang dilakukan media bisa dilihat melalui pemilihan narasumber, pemilihan narasi cerita, dan penonjolan nilai/bagian tertentu sesuai dengan kepentingan media tersebut. Pembingkaian tersebut juga dapat disebabkan karena faktor ekonomi politik media, yang mengejar rate yang tinggi serta untuk kepentingan penguasa, pemilik modal, ataupun wartawan yang seringkali turut berkecimpung dalam dunia politik.
Salah satu peristiwa yang menjadi perhatian publik jelang Pemilihan Bupati 2017 adalah pemberitaan tentang Bupati Pati Haryanto yang mendapatkan gelar kebangsawanan dari Keraton Kasunanan Surakarta. Rencana Haryanto untuk kembali mencalonkan diri sebagai Bupati Pati periode 2017-2022 membuat kejadian ini memiliki nilai berita yang tinggi di lingkup Kabupaten Pati. Terlebih terdapat pengemasan berita yang berbeda antara satu media dengan media yang lain.
Suaramerdeka.com dalam portal beritanya cenderung memposisikan gelar kebangsawanan ini sebagai sesuatu yang sifatnya personal pada seseorang yang kebetulan menjabat sebagai  Bupati Pati. Sedangkan direktoripati.com lebih menonjolkan sisi Haryanto sebagai Bupati yang menjadi simbol “sesepuh” bagi masyarakat setempat. Masyarakat Pati memang menyukai kesenian daerah yang mengangkat cerita kejayaan Kabupaten Pati di masa lalu. Bagi mereka Pati tidak akan pernah takluk dengan mataram karena Pati lebih dulu ada dan kekuasaan Mataram tidak pernah bisa menduduki wilayah Pati. Semangat kejayaan di masa lalu itulah yang kemudian dipakai untuk mem-framing berita versi direktoripati.com.
Ritual pemberian gelar di Keraton Solo bagi direktoripati.com bukan merupakan suatu penghargaan karena gelar tersebut bisa dibeli dengan uang. Kehadiran Bupati Pati ke Keraton Solo di framing oleh media ini sebagai simbol bahwa Penguasa Pati meminta-minta gelar. Direktoripati.com pun kemudian menampilkan ahli sejarah yang berpendapat bahwa meminta gelar ke keraton Solo sama artinya Penguasa Pati telah tunduk pada Mataram.
Tema pemberitaan ini menjadi menarik untuk diteliti karena dua media lokal secara mainstream memberitakan kejadian ini secara berbeda. Selain itu kedua media ini merupakan media lokal paling banyak menjadi rujukan para pengguna media sosial. Kebanyakan berita Kabupaten Pati yang di share oleh netizen berasal dari dua media ini.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pembingkaian berita tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati di media online direktoripati.com dan suaramerdeka.com

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam berbagai
bidang, diantaranya:
1.    Manfaat akademis dari hasil penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran bagaimana media melakukan pembingkaian tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati.
2.    Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah dapat memberikan masukan bagikedua media yang diteliti sekaligus juga menjadi masukan bagi Pemerintah Kabupaten Pati dalam mengkaji strategi pengemasan media lokal.




















BAB II
LANDASAN TEORI

KOMUNIKASI MASSA
Media massa memiliki banyak aspek yang membuatnya penting dalam kehidupan politik. Salah satu keunggulan media massa itu adalah daya jangkauannya (coverage) yang sangat luas dalam menyebarluaskan berita dan opini publik dengan dukungan teknologi yang canggih. Media massa juga mampu melipatgandakan pesan politik (multiplier of message) dengan jumlah yang besar, dan sekaligus menciptakan wacana politik pada khalayaknya, dalam menjalankan fungsinya sebagai agenda setter.
Dalam sistem demokrasi, media massa bisa berperan sebagai watch dog, bisa sebagai guard dog dan bisa menjadi semacam lap dog. Sebagai watch dog (anjing pengawas), media massa menjadi musuh berat buat pemerintah dan korporasi-korporasi besar dan sekaligus berpihak pada masyarakat, khususnya bagi mereka yang tuna kuasa dan yang tidak terorganisasi secara baik. Dalam model pertama ini, para jurnalis memandang dirinya sebagai pembela kebenaran dan keadilan. Media ini tidak sudi menyuarakan kepentingan para politisi dan para eksekutif puncak.
Model kedua adalah sebagai guard dog (anjing penjaga), dimana para jurnalis mendukung lembaga-lembaga politik yang dominan, kelompok-kelompok ekonomi penting dan nilai-nilai yang diterima masyarakat luas. Akan tetapi media massa dapat melancarkan kritik terhadap lembaga-lembaga itu, terutama ketika sebagian elit dari kelompok-kelompok itu melanggar sistem nilai yang berlaku.
Hanya saja, para jurnalis tetap mendukung struktur kekuasaan yang ada, walaupun melontarkan kritik terhadap kaum elitnya. Dalam model ini komitmen para jurnalis dan media informasi adalah untuk melestarikan struktur politik dan ekonomi yang sudah ada maka hakekatnya mereka mendukung status quo dan kemapanan. Dengan demikian kritik dan kecaman yang dilontarkan hanya menyangkut perorangan dan kadangkala mengenai kelemahan-kelemahan beberapa institusi, tetapi keterikatan mereka untuk menjaga kelangsungan struktur politik dan ekonomi yang ada adalah cukup berat.
Model ketiga adalah sebagai lap dog (anjing pangkuan). Lap dog adalah anjing kecil nan jinak yang suka dielus-elus oleh pemiliknya di pangkuannya dan tidak berbahaya sama sekali asalkan tetap diberi makan dan minum. Dalam model ketiga ini, media massa memproduksi berita-berita untuk melayani kepentingan elit politik dan elit ekonomi dan membiarkan kaum miskin dan yang sengsara berada tetap di pinggiran.

Strategi Media Massa Dalam Melakukan Konstruksi Realitas
Pada  hakekatnya  isi  media  adalah  konstruksi realita  dengan  menggunakan  bahasa  sebagai  perangkat  dasarnya.  Dengan  demikian  bahasa  adalah  nyawa  bagi  kehidupan  media massa. Karena tanpa bahasa baik verbal maupun nonverbal rekayasa realita dalam media massa tidak  akan  tercipta.  Berikut  ini  adalah  strategi  media  massa  dalam  konstruksi  realitas  yang  berujung  pada  pembentukan  citra.  Dalam  buku  Analisis  Teks  Media  yang  ditulis oleh  Alex Sobur  ada  tiga  hal  yang  bisa  dilakukan  media  dalam  mengkonstruk  realitas  yaitu  dengan  pemilihan  simbol  (fungsi  bahasa),  pemilihan  fakta  yang  akan disajikan  (strategi  framing)  dan kesediaan memberi tempat (agenda setting).

Dampak Dari Konstruksi Media Massa
Sebuah  realita  bisa dikonstruksi  dan  dimaknai  secara  berbeda  oleh  media  lain.  Hasil  dari  konstruksi  dari  media  tersebut  juga  akan  berdampak  besar  kepada  khalayak.  Dampak  tersebut diantaranya:
1.    Menggiring khalayak pada ingatan tertentu
            Media  adalah  tempat  dimana  khalayak  memperoleh  informasi  mengenai  realitas yang terjadi di sekitar mereka. Dengan demikian konstruksi yang disajikan media ketika memaknai  realitas  mempengaruhi  bagaimana seperti  yang  dikutip  Eriyanto  dari  W.  Lance Bennet Regina G. Lawrence dalam bukunya analisis framing menyebutkan bahwa peristiwa  sebagai  ikon  berita.  Apa  yang  diketahui  khalayak  tentang  suatu  realita  disekitarnya  tergantung  pada  bagaimana  media  menggambarkanya. Sebuah  ikon  yang  ditanamkan  oleh  media  sebagai  pencitraan  dari  sebuah  realita  akan  diingat  kuat  oleh  khalayak.
Ideologi Media
Raymond Williams mendefenisikan ideologi sebagai system diartikulasikannya makna, nilai-nilai, keyakinan, dari jenis yang biasa yang diabstraksikan sebagai sudut pandang. Menurut Samuel Becker (1984), ideology mengatur cara kita untuk memandang dunia dan diri kita sendiri, dan mengontrol apa yang kita lihat secara alami. Gouldner mengatakan bahwa ideology mengasumsikan adanya kepentingan khusus sebagai mekanisme simbolis kepentingan para strata sosial yang beragam, yang kemungkinan membuat anggapan yang kompatibel terhadap perubahan kondisi sosial.
Secara umum, ideologi mempunya pengertian dalam tataran positif dan negatif. Dalam tataran positif, ideologi dipersepsikan sebagai realitas pandangan dunia yang menyatakan sistem nilai kelompok atau komunitas sosial tertentu untuk melegitimasi kepentingannya. Sedangkan dalam tataran negatif, ideology dipersepsikan sebagai realitas kesadaran palsu.
Menurut Teun A. Van Dijk, ideologi dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktik individu atau anggota suatu kelompok. Ideologi membuat anggota dari suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan masalah mereka, dan memberikan kontribusi dalam membentuk solidaritas dan kohesi di dalam kelompok. Dalam perspektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individual, dimana ideologi membutuhkan share diantara anggota kelompok atau organisasi. Kedua, ideologi digunakan secara internal di antara anggota kelompok.
Pendekatan konstruksionisme memperkenalkan konsep ideologi untuk menjelaskan bagaimana wartawan membuat liputan berita memihak satu pandangan, menempatkan pandangan satu lebih menonjol dibandingkan pandangan kelompok lain dan sebagainya. Kecenderungan atau ideologi itulah yang menentukan bagaimana fakta itu dipahami, fakta mana yang diambil dan mana yang dibuang.
Media dipandang sebagai instrumen ideologi, melalui mana satu kelompok menyebarkan pengaruh dan dominasinya kepada kelompok lain. Media disini tidak dipandang sebagai wilayah yang netral di mana berbagai kepentingan dan pemaknaan dari berbagai kelompok ditampung. Dalam hal ini, media memerankan dua hal, yakni sebagai sumber dari kekuasaan hegemonik di mana kesadaran khalayak dikuasai, serta media dapat menjadi sumber legitimasi, dimana lewat media mereka yang berkuasa dapat memupuk kekuasaannya agar tampak absah, benar, dan memang seharusnyalah seperti itu.

Media online
Media online adalah salah satu media informasi yang menggunakan jaringan internet, dimana media tersebut mampu memberikan beragam pilihan. Internet di desain sebagai media komunikasi dua arah dimana masyarakat mampu memproduksi, dan membuat berita harian menjadi teks interaktif. Media online adalah salah satu bagian dari media baru yang memiliki karakteristik berbeda dengan media tradisional.
Beberapa yang menjadi keuntungan media online adalah:
1.    Audience Control, publik menjadi lebih leluasa dalam memilih berita yang diinginkannya. Publik (audience) memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam produksi berita.
2.    Nonlienarity, yang memungkinkan jurnalis lebih fleksibel dalam menyajikan berita, juga memudahkan publik untuk memilih informasi yang diinginkannya.
3.    Storage and retrieval, dimana berita-berita di media online, akan selalu tersimpan sehingga mudah untuk diakses kembali oleh publik.
4.    Unlimited space, memungkinkan untuk memuat jumlah berita yang disampaikan menjadi panjang sehingga menjadi lebih lengkap.
5.    Immadiacy, dimana berita disampaikan secara cepat melebihi kecepatan media tradisional dan langsung kepada publik.
6.    Multimedia capability, yang mendukung kinerja redaksi dalam menyertakan teks, suara, gambar, video dan komponen lain dalam berita secara bersamaan.
7.    Interactivity (timbal-balik), yang memungkinkan adanya peningkatan partisipasi publik dalam pemberitaan secara langsung.





Jurnalisme Online
Jurnalisme online adalah tipe baru jurnalisme karena memiliki sejumlah fitur dan karakteristik yang berbeda dari jurnalisme tradisional. Fitur-fitur uniknya mengemuka dalam teknologinya, menawarkan kemungkinan-kemungkinan tidak terbatas dalam memproses dan menyebarkan berita. Deuze menyatakan bahwa perbedaan jurnalisme online dengan media tradisional, terletak pada keputusan jenis baru yang dihadapi oleh para wartawan cyber. “Online Journalism harus membuat keputusan-keputusan mengenai format media yang paling tepat mengungkapkan sebuah kisah tertentu dan harus mempertimbangkan cara-cara untuk menghubungkan kisah tersebut dengan kisah lainnya, arsip-arsip, sumbersumber, dan lain-lain melalui hyperlinks”.
Pavlik dalam Journalism and New Media (2001)20, menyebut tipe baru jurnalisme online sebagai contextualized journalism, karena mengintegrasikan 3 (tiga) fitur komunikasi yang unik, yaitu kemampuan multimedia berdasarkan platform digital, kualitas interaktif komunikasi online, dan fitur yang ditatanya (customizable features).
Rafaeli dan Newhagen mengidentifikasi 5 (lima) perbedaan utama antara jurnalisme online dan media massa tradisional, yaitu kemampuan internet untuk mengombinasikan sejumlah media, kurangnya tirani penulis atas pembaca, tidak seorang pun dapat mengendalikan perhatian khalayak, internet dapat membuat proses komunikasi berlangsung sinambung, dan interaktifitas web. Karakteristik lain dari media ini adalah kecepatannya secara keseluruhan yang menarik sekaligus menakutkan. Jurnalisme online memampukan jurnalisnya untuk menyuguhkan berita terbaru sehingga pembaca akan selalu mengetahui hal-hal baru lainnya.
Kekuatan jurnalisme online terletak pada kemampuannya dalam mengupdate informasi terbaru termasuk foto, video dan audio yang mendukung, menampilkan berita secara langsung, mampu lebih mendalam dibanding media penyiaran. Sedangkan yang menjadi kelemahannya yaitu harus menyalakan komputer, kualitas videonya yang rendah, membutuhkan konsentrasi, download yang mengganggu akses cepat ke informasi, dan kadang-kadang sumber masih dipertanyakan.
Penyajian atau perancangan informasi dalam bentuk web ini tidak bersifat linear, dua dimensi, dengan paradigma urut-urutan dari halaman depan dengan berita-berita penting sampai ke halaman belakang. Dalam jurnalisme online, ada konsep navigasi dan interface, dalam menuntun khalayak. Dari urutan daftar isi (indeks) di tampilan awal dari layar situs, khalayak bisa diajak meloncat-loncat ke berbagai artikel di halaman berikutnya berdasarkan hubungan link yang telah dirancang.

Framing
Framing adalah sebuah cara bagaimana perisiwa disajikan oleh media. Penyajian tersebut dilakukan dengan menekankan bagian tertentu, menonjolkan aspek tertentu, dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu realitas/ peristiwa. Di sini media menyeleksi, menghubungkan, dan menonjolkan peristiwa sehingga makna dari peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak. Penonjolan atau penekanan aspek tertentu dari realitas tersebut haruslah dicermati lebih jauh. Karena penonjolan atau penekanan aspek tertentu dari realitas tersebut hanya akan membuang bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih mudah diingat, dan lebih mengena dalam pikiran khalayak.
Analisis framing cocok digunakan untuk melihat konteks sosial budaya suatu wacana, khususnya hubungan antara berita dan ideologi, yakni proses atau mekanisme mengenai bagaimana berita membangun, mempertahankan, mereproduksi, mengubah, dan meruntuhkan ideologi. Analisis framing dapat digunakan untuk melihat siapa mengendalikan siapa dalam suatu struktur kekuasaan, pihak mana yang diuntungkan dan dirugikan, siapa si penindas dan si tertindas, tindakan politik mana yang konstitusional dan yang inkonstitusional, kebijakan publik mana yang harus didukung dan tidak boleh didukung dan sebagainya.
Frame media adalah bentuk yang muncul dari pikiran (kognisi), penafsiran, dan penyajian dari seleksi, penekanan, dan pengucilan dengan menggunakan simbol-simbol yang dilakukan secara teratur dalam wacana yang terorganisir, baik dalam bentuk verbal maupun visual. Dengan frame, jurnalis memperoleh berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disampaiakan kepada khalayak.
Ada dua aspek dalam framing, yaitu memilih fakta/ realitas dan menuliskan fakta. Proses memilih fakta didasarkan pada asumsi, karena warwatan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini, selalu terkandung dua kemungkinan, yaitu apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Bagian mana dari realitas yang diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan. Penekanan aspek tersebut dilakukan dengan memilih angel tertentu, fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainya. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lainnya.
Proses penulisan fakta berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Elemen menulis fakta berkaitan dengan penonjolan realitas. Pemakaian kata, kalimat atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek tertentu dari realitas. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak.
Meskipun sulit membuat berita yang objektif terhadap semua pihak dan fakta-fakta yang ada, objektivas tetap diperlukan sebagai tolak ukur dalam menilai berita. Menurut Entman, secara teoritik objektivitas membatasi wartawan untuk tidak melukiskan realitas menurut kepentingannya sendiri. Persyaratan utama untuk mencapai objektivitas berita, yaitu aspek depersonalisasi yang menuntut reporter untuk tidak melibatkan ideologi mereka sendiri ke dalam pemahaman tentang berita atau penilaian yang berkaitan dengan substansi berita dan aspek keseimbangan untuk mencapai posisi netral.
Menurut John C. Merril dan Everett E. Dennis, objektivitas dapat dicapai dengan memisahkan fakta dari pendapat, menyajikan pandangan terhadap berita tanpa disertai dimensi emosional dan berusaha untuk jujur dan seimbang dengan memberikan kesempatan kepada seluruh pihak untuk menjawab agar mendapatkan informasi yang cukup. Asumsi dasar dari framing adalah individu wartawan selalu menyertakan pengalaman hidup, pengalaman sosial dan kecenderungan psikologisnya ketika menafsirkan pesan yang datang kepadanya.
Dalam proses konstruksi sosial terhadap suatu wacana, pengalaman dan kecenderungan individu mengendap, mengkristal dan membentuk pemahaman yang memberikan kemampuan individu untuk memetakan, menerima, mengidentifikasi dan memberikan label pada peristiwa dan informasi yang dihadapinya. Dengan kata lain, proses framing merupakan bagian yang integral dari proses redaksional media massa dan menempatkan awak media pada posisi strategis.

FRAMING ROBERT M. ENTMAN
Konsep framing Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefenisikan membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat oleh khalayak. Bentuk penonjolan bias beragam, dengan menempatkan satu aspek informasi lebih menonjol dibandingkan yang lain, lebih mencolok, melakukan pengulangan informasi yang dipandang penting atau dihubungkan dengan aspek budaya yang akrab di benak khalayak.
Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek tertentu dari realitas/ isu.
1.    Seleksi isu berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan. Dari proses ini selalu terkandung di dalamnya ada bagian berita yang dimasukkan (included), tetapi ada juga yang dikeluarkan (excluded). Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu.
2.    Penonjolan aspek tertentu dari realitas berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa/isu tersebut telah dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis. Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak. Kata-kata tertentu tidak hanya memfokuskan perhatian khalayak pada masalah tertentu, tetapi juga membatasi persepsi dan mengarahkannya pada cara berpikir dan keyakinan tertentu.
Dalam konsepsi Entman, framing merujuk pada pemberian defenisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peritiwa yang diwacanakan. Elemen-elemen dalam framing Entman terdiri atas define problems, diagnose causes, make moral judgement, dan treatment recommendation.
Elemen-elemen dalam Framing Entman, sebagai berikut;
Define Problems (pendefinisian masalah) merupakan master frame/ bingkai paling utama. Elemen ini menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda dan bingkai ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda juga. Bagaimana suatu peristiwa/ isu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa?
Diagnose causes (Memperkirakan masalah atau sumber masalah) merupakan elemen untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab di sini bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah.Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah?
Make moral judgement (Membuat keputusan moral) merupakan elemen yang dipakai untuk membenarkan/ memberi argumentasi pada pendefisian masalah, yang bertujuan untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak. Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan?
Treatment Recommendation (Menekankan penyelesaian) dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian tersebut tergantung pada bagaimana peristiwa dilihat, dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah. Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/ isu? Jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah?
Konsep pembingkaian ini dipilih karena ingin melihat bagaimana tingkat objektivitas awak media dalam memberitakan tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati. Dalam penelitian ini, pembingkaian digunakan untuk melihat apakah berita yang dihadirkan lahir dari fakta yang ada, bukan sekadar pilihan jurnalis, dan aspek mana yang lebih ditonjolkan media.





BAB III
METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang berusaha memahami suatu fenomena tertentu dalam bentuk kata-kata atau bahasa dengan berbagai metode. Menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Sedangkan menurut Jane Richie, penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.
Dalam penelitian ini, pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisa teks berita di situs direktoripati.com dan suaramerdeka.com terkait pemberitaan tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati.
Penelitian kualitatif memiliki sejumlah ciri yang membedakannya dengan penelitian lainnya. Beberapa buku rujukan, misalnya Bogdan dan Biklen (1982), Guba dan Linciln (1994), Crewell (1994), Neuman (1991), Mostyn (1985) atau Moleong (1994), menyebutkan beberapa ciri penelitian kualitatif, diantaranya:
1. Mengkonstruk realitas makna sosial budaya
2. Meneliti interaksi peristiwa dan proses
3. Melibatkan variable-variabel yang kompleks dan sulit diukur
4. Memeliki keterkaitan erat dengan konteks
5. Melibatkan peneliti secara penuh
6. Memiliki latar belakang alamiah
7. Menggunakan sampel purposif
8. Menerapkan analisis induktif
9. Mengutamakan “makna” di balik realitas
10. Mengajukan pertanyaan “mengapa”, bukan “apa”.

Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan fenomena sosial dan menyajikan gambaran yang lengkap tentang suatu kejadian dan hubungan yang terdapat dalam penelitian. Metode deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Dalam penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi  kutipan- kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Penelitian ini berusaha memaparkan bagaimana media online khususnya direktoripati.com dan suaramerdeka.com dalam menyajikan pemberitaan kepada masyarakat tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati.

Unit Analisis
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks berita pada situs direktori.com dan suaramerdeka.com. Pemilihan teks berita tersebut dilakukan, karena keduanya sangat kuat dalam membingkai isu pemberian gelar kebangsawanan. Teks berita yang dipilih ditentukan berdasarkan kesamaan tema yang diusung oleh kedua media online yang sering menjadi rujukan masyarakat.

Tabel 1
Unit Analisis dalam Situs Pemberitaan direktoripati.com

TANGGAL TERBIT
JAM TERBIT
JUDUL BERITA
6 September 2016
14.30
Gelar Adipati untuk Bupati Pati dari Surakarta Menuai Kritik


Tabel 2
Unit Analisis dalam Situs Pemberitaan suaramerdeka.com

TANGGAL TERBIT
JAM TERBIT
JUDUL BERITA
6 September 2016
17.45
Haryanto Terima Gelar Kebangsawanan



Metode Pengumpulan Data
Dalam sebuah penelitian, data memiliki peranan yang cukup penting dalam keseluruhan proses penelitian. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan dengan berbagai cara. Data adalah informasi yang didapatkan melalui metode pengukuran tertentu, yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk menyusun sebuah argumentasi yang menggambarkan realitas yang ada.
Teks berita tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati di situs direktoripati.com dan suaramerdeka.com merupakan data primer dalam penelitian ini. Data tersebut dikumpulkan untuk melihat bagaimana media online mengkonstruksikan berita tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati  dalam melalui analisis framing.

Metode Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles dan Huberman (1984)60, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus, sehingga datanya sudah jenuh. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis framing atau pembingkaian yang merujuk pada model framing Robert N. Entman.
Konsep framing Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefenisikan membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat oleh khalayak. Bentuk penonjolan bias beragam, dengan menempatkan satu aspek informasi lebih menonjol dibandingkan yang lain, lebih mencolok, melakukan pengulangan informasi yang dipandang penting atau dihubungkan dengan aspek budaya yang akrab di benak khalayak.
Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek tertentu dari realitas/ isu.
1.    Seleksi isu berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan? Dari proses ini selalu terkandung di dalamnya ada bagian berita yang dimasukkan (included), tetapi ada juga yang dikeluarkan (excluded). Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu.
2.    Penonjolan aspek tertentu dari realitas berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa/isu tersebut telah dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis? Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak. Katakata tertentu tidak hanya memfokuskan perhatian khalayak pada masalah tertentu, tetapi juga membatasi persepsi dan mengarahkannya pada cara berpikir dan keyakinan tertentu.
Dalam konsepsi Entman, framing merujuk pada pemberian defenisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peritiwa yang diwacanakan. Elemen-elemen dalam framing Entman terdiri atas define problems, diagnose causes, make moral judgement, dan treatment recommendation.






Tabel 3
Elemen-elemen dalam Framing Entman

Define Problems
(pendefinisian masalah)


· Merupakan master frame/bingkai paling utama.
Elemen ini menekankan bagaimana peristiwa
dipahami oleh wartawan. Peristiwa yang sama
dapat dipahami secara berbeda dan bingkai ini
akan menyebabkan realitas bentukan yang
berbeda juga.
· Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai
apa? Atau sebagai masalah apa?

Diagnose causes
(Memperkirakan masalah
atau sumber masalah)

  • Merupakan elemen untuk membingkai siapa
yang dianggap sebagai aktor dari suatu
peristiwa. Penyebab di sini bisa berarti apa
(what), tetapi bisa juga siapa (who).
Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja
menentukan apa dan siapa yang dianggap
sebagai sumber masalah.


  • Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa
yang dianggap sebagai penyebab dari suatu
masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai
penyebab masalah?

Make moral judgement
(Membuat keputusan moral)

  • Merupakan elemen yang dipakai untuk
membenarkan/memberi argumentasi pada
pendefisian masalah, yang bertujuan untuk
mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang
dikutip berhubungan dengan sesuatu yang
familiar dan dikenal oleh khalayak.

  • Nilai moral apa yang disajikan untuk
menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang
dipakai untuk melegitimasi atau
mendelegitimasi suatu tindakan?

Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)

  • Dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki
wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk
menyelesaikan masalah. Penyelesaian tersebut
tergantung pada bagaimana peristiwa dilihat,
dan siapa yang dipandang sebagai penyebab
masalah.
  • Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk
mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang
ditawarkan dan harus ditempuh untuk
mengatasi masalah?


Konsep pembingkaian ini dipilih karena ingin melihat bagaimana tingkat objektivitas awak media dalam memberitakan gelar kebangsawanan Bupati Pati. Dalam penelitian ini, pembingkaian digunakan untuk melihat apakah berita yang dihadirkan lahir dari fakta yang ada, bukan sekadar pilihan jurnalis, dan aspek mana yang lebih ditonjolkan media.














BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN


KONSTRUKSI PEMBERITAAN “GELAR KEBANGSAWANAN BUPATI”
DI MEDIA ONLINE DIREKTORI PATI DAN SUARA MERDEKA

PERANGKAT FRAMING ENTMAN

DIREKTORI PATI

SUARA MERDEKA
JUDUL
Gelar Adipati untuk Bupati Pati dari Surakarta Menuai Kritik

Haryanto Terima Gelar Kebangsawanan

LEAD
Bupati Pati Haryanto kemarin menerima gelar kebangsawanan dari Keraton Surakarta Hadiningrat, Kabar ini sontak mendapatkan kritik dari sejumlah pegiat sejarah di Pati. "Gelar adipati, itu sama halnya Pati menjadi bagian dari kerajaan Surakarta. Padahal dalam perjalanan sejarahnya, hal itu tidak pernah terjadi. Pati itu merdeka dan lebih tua," ujar salah satu pegiat sejarah Pati yang enggan disebut namanya.
Bupati Pati, Haryanto menerima gelar kebangsawanan ’’Kanjeng Raden Aryo’’ dari Keraton Kasunanan Surakarta, kemarin. Menurut Wakil dari Pakubuwono XIII, KGPH Puger yang juga turut menyaksikan prosesi wisuda, gelar Haryanto diperoleh lebih karena faktor kekerabatan. ’’Mereka yang diwisuda di ruangan ini masih ada silsilah kekerabatan dengan keraton

Define Problems
(Pendefinisian Masalah)

Bagaimana peristiwa dilihat? Sebagai apa? Sebagai masalah apa?

Bupati mendapat gelar kebangsawanan itu dikaitkan dengan kepercayaan masyarakat bahwa Pati takluk pada Mataram

Gelar kebangsawanan ini sifatnya personal, pada seseorang yang kebetulan menjabat sebagai  Bupati Pati. Dan gelar ini bukan meminta tapi karena Haryanto benar-benar memiliki keturunan keraton

Diagnose Causes
(Memperkirakan Masalah atau Sumber Masalah)
Peristiwa itu disebabkan oleh apa? Apa yang menjadi penyebab suatu masalah? Siapa aktor (orang) yang menyebabkan masaah?

Sebab : pemberian gelar kebangsawanan dari Keraton Solo selama ini identik dengan sesuatu yg bisa diminta (dibeli)



Aktor: Bupati Pati

Sebab : Haryanto punya darah ningrat sehingga sudah sewajarnya ia mendapatkan gelar kebangsawanan



Aktor : Haryanto
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)

Nilai moral : semangat heroik kejayaan di masa lalu dimana Pati tidak pernah ditundukkan oleh Mataram

Nilai moral : mengakui keberadaan leluhur dan menghargai budaya
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian masalah)
Penyelesaian apa yang ditawarkan? Jalan apa yang ditempuh untuk menyelesaikan masalah?

Bupati Pati harus lebih memahami sejarah Pati, sehingga Haryanto bisa menolak pemberian gelar tersebut
Pada gelar kebangsawanan melekat tanggung jawab moral yang lebih besar untuk membawa nama baik leluhur. Untuk mendedikasikan hidupnya bagi rakyat



Analisa dan Pembahasan :
Dengan tema yang sama, kedua media ini mengkonstruksi media secara berbeda. Suara Merdeka lebih cenderung membela Bupati karena media ini membingkainya sebagai seorang keturunan keraton yang kebetulan menjadi Bupati Pati. Sebaliknya Direktori Pati pemberitaannya cenderung menyerang Bupati dengan menonjolkan sisi Haryanto sebagai Bupati yang menjadi simbol “sesepuh” bagi masyarakat setempat.
Direktori Pati memilih narasumber dari tokoh budaya untuk menguatkan framingnya tentang sosok ideal Bupati Pati yang seharusnya enggan menerima gelar kebangsawanan dari keraton Solo. Kecenderungan Direktori Pati untuk menyerang Bupati juga nampak dari pilihan judul yang lebih provokatif.
Sementara itu, Suara merdeka lebih memilih framing yang lebih soft dan cenderung memihak Bupati karena memang wartawan Suara Merdeka adalah Tim Sukses Haryanto, sedangkan Direktori Pati pemiliknya merupakan lawan politik Bupati.
Isu ini diangkat oleh Direktori Pati karena lima bulan lagi Haryanto akan maju Pemilihan Bupati lagi pada tahun 2017.











BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari hasil analisis dan diskusi tentang pembingkaian direktoripati.com dan suaramerdeka.com dalam pemberitaan tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati, peneliti menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
  1. Dua media yang berbeda orientasi politik dapat memberitakan sebuah tema yang sama, dengan konstruksi yang berbeda.
  2. Pemilihan narasumber berita turut menentukan bagaimana sebuah berita dibingkai.
  3. Orientasi politik pemilik ataupun awak media sangat menentukan keberpihakan atas sebuah isu politis yang berkembang di masyarakat.
  4. Agenda politik di tingkat lokal (Pilbup) sangat berpengaruh terhadap pemberitaan media lokal yang partisan

Implikasi Penelitian
  1. Implikasi Akademik
Penelitian ini terkait dengan framing media tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati. Teori, konsep dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang bagaimana pembingkaian dua media lokal terpopuler di Pati terhadap pemberitaan gelar kebangsawanan Bupati.
  1. Implikasi Praktis
Penggunaan model analisis framing Robert N. Entman, secara sistematis mampu memberikan gambaran tentang pembingkaian yang dilakukan oleh kedua media lokal tersebut.


Rekomendasi Penelitian
  1. Rekomendasi Akademik
Selain menggunakan model analisis framing Eantman, penelitian lain dengan unit penelitian yang sama dapat menggunakan  model analisis framing lainnya.
  1. Rekomendasi Praktis
Dari hasil penelitian ini, disarankan agar menjadi bahan mapping bagi program media relations dan manajemen isu pada Bagian Humas Pemkab pati


DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arifin, Anwar, Prof.Dr. 2011. Komunikasi Politik; Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Edisi Kedua. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arifin, Anwar. 2010. Opini Publik. Depok: Gramata Publishing.
Burns, James. 1978. Leadership. New York: Harper & Row Publisher.
Craig, Richard. 2005 Online Journalism; Reporting, Writing and Editing for New Media. USA: Thomson Wadsworth.
Eriyanto. 2009. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Cetakan
Hall, Jim. 2001. Online Journalism: A Critical Primer. London: Pluto Press.
Hall, Jim. 2005. Online Journalism: Principles and Practices of News for The
Irawan, Prasetya, Dr, M.Sc. 2007. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan Kedua Puluh Satu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghaka Indonesia.
Neuman, William Lawrence. 2003. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. USA: Pearson Education.
Nugroho, Bimo, Eriyanto, Frans Surdiasis. 1999. Politik media Mengemas Berita. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Patton, Michael Quinn. 2002. Qualitative Research & Evaluation methods, 3rd edition. Thousand Oaks California: Sage Publication.
Rais, Mohammad Amien. 2008. Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia!. Yogyakarta: PPSK Press.
Santana K, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan OborIndonesia.
Steven J, Kirsh. 2006. Children, Adolescents, and Media Violence; A critical Look at the Research. California: Sage Publication.
Sudibyo, Agus. 2009. Kebebasan Semu: Penjajahan Baru di Jagat Media. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

No comments:

Post a Comment