JUDUL : Pembingkaian Media Online direktoripati.com dan suaramerdeka.com Terkait Pemberitaan tentang Gelar Kebangsawanan Bupati Pati
oleh :
Fithri Nugrahani S., S.Sos, M.Si (Humas Pemkab Pati, Jateng)
Baiq Diah Aprina Widyati, S.Sos (Kantor Penghubung Pemda NTB di Jakarta)
ABSTRAK
Media
online memiliki peranan penting dalam memonitor kinerja pemerintah lokal karena
berita mereka sering menjadi rujukan netizen lokal dalam men-share berita.
Dalam pemberitaan-pemberitaan mereka, seringkali ditemukan pembingkaian yang
berbeda terhadap satu peristiwa yang sama.
Kajian
ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai pembingkaian berita tentang
gelar kebangsawanan Bupati Pati di media online direktoripati.com dan
suaramerdeka.com.
Penelitian
ini menggunakan paradigma konstruktivisme dengan pendekatan kualitatif,
strategi social konstruktivisme dengan menggunakan model analisis Robert N.
Entman.
Hasil
dari kajian ini menunjukkan bahwa dua media yang berbeda orientasi politik
dapat memberitakan sebuah tema yang sama, dengan konstruksi yang berbeda.
Agenda politik di tingkat lokal (Pilbup) sangat berpengaruh terhadap
pemberitaan media lokal yang partisan
Kajian
ini memberikan kontribusi untuk Bagian Humas Pemkab Pati, yaitu sebagai bahan mapping bagi program media relations dan
manajemen isu di instansi tersebut.
Kata kunci:
komunikasi massa, media online, berita, framing, Robert N. Entman
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Media
massa memiliki peran srategis, sebagai saluran yang menyampaikan informasi kepada publik secara serempak
di antara khalayak yang sedang menggunakan
media tersebut. Pada dasarnya, media massa memiliki fungsi penghantar dalam menyebar berbagai macam
pengetahuan, menyelenggarakan kegiatan
dalam lingkungan publik yang dapat dijangkau segenap anggota masyarakat secara bebas, sukarela, umum
dan murah, hubungan antara pengirim dan
penerima seimbang dan sama, serta mampu menjangkau lebih banyak orang daripada institusi lainnya.
Perkembangan
masyarakat yang dipacu oleh kemajuan teknologi komunikasi
yang semakin canggih menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap kemekaran media massa. Kecepatan berita
menjadi salah satu aspek yang sangat penting,
selain aspek lain seperti ketepatan dan keakuratan data. Dengan kemunculan dan perkembangan internet,
maka publik dapat mengakses berita dan informasi
dengan cepat. Perkembangan teknologi tersebut, juga menimbulkan perubahan dan perkembangan dalam dunia
jurnalistik dengan munculnya jurnalisme
online, yang mampu menyajikan informasi secara cepat dan mudah untuk diakses.
Dalam
menayangkan sebuah berita, media online dan media konvensional memiliki karakteristik yang sama dalam
proses penentuan nilai berita. Berita adalah
laporan kejadian yang aktual, bermakna dan menarik. Sebuah kejadian yang mempunyai unsur nilai paling tinggi
pasti akan lebih diprioritaskan dibanding
dengan peristiwa yang tidak memiliki nilai berita. Pendek kata, nilai berita bukan hanya menjadi ukuran dan
standar kerja, melainkan juga telah menjadi
ideologi dari kerja wartawan, nilai berita memperkuat dan membenarkan
wartawan kenapa peristiwa tersebut diliput sedangkan yang lain tidak. Nilai
berita menjadi guide line
untuk mengarahkan dan mendisiplinkan awak
media ketika berhadapan dengan fakta atau informasi. Nilai berita merupakan asumsi intuitif wartawan
tentang apa yang menarik bagi khalayak tertentu,
yakni apa yang mendapat perhatian mereka. Nilai berita yang dimaksud diantaranya adalah aktualitas (timeliness), kedekatan (proximity), keterkenalan (prominence),
dampak (consequence), dan human interest.
Jurnalisme
online, sebagai media baru yang muncul seiring perkembangan teknologi, memiliki kelebihan lain
dibanding dengan media konvensional. Selain mengandalkan
kecepatannya dalam memberikan dan mengupdate informasi terbaru, junalisme online juga memberikan
ruang kepada publik untuk memberikan
respon atas pemberitaan yang ada. Dengan media online, pembaca tidak perlu menyediakan waktu khusus
untuk membaca informasi, karena media online
bisa dikonsumsi dimana saja. Khalayak penerima berita juga dapat memilih, menjawab kembali, menukar
informasi dan dihubungkan dengan penerima
lainnya secara langsung. Hal ini berbanding terbalik dengan media konvensional, yang harus melalui proses
panjang, hingga menjadi suatu bundelan sekumpulan
informasi atau peristiwa.
Dalam
proses pembuatan berita, para awak media mengemas dan membingkai aspek tertentu dari peristiwa lewat bantuan
kata, aksentuasi kalimat, gambar
dan perangkat lainnya. Pembingkaian (framing)
adalah analisis untuk mengetahui
bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Penonjolan atau penekanan aspek tertentu dari suatu realitas, akan membuat bagian tertentu
saja yang lebih bermakna, lebih mudah diingat,
dan lebih mengena dalam pikiran masyarakat. Pembingkaian media terhadap suatu
isu/peristiwa yang sama saling berbeda,
karena dipengaruhi oleh ideologi dan kondisi media yang bersangkutan. Perbedaan tersebut terlihat dari
pemilihan dan penggunaan kata, gambar, atau angle
tulisan.
Konstruksi
realitas yang dilakukan media bisa dilihat melalui pemilihan narasumber, pemilihan narasi
cerita, dan penonjolan nilai/bagian tertentu sesuai dengan kepentingan media
tersebut. Pembingkaian tersebut juga dapat
disebabkan karena faktor ekonomi politik media, yang mengejar rate yang tinggi serta untuk kepentingan penguasa,
pemilik modal, ataupun wartawan yang seringkali turut berkecimpung dalam dunia
politik.
Salah
satu peristiwa yang menjadi perhatian publik jelang Pemilihan Bupati 2017 adalah pemberitaan tentang Bupati Pati Haryanto
yang mendapatkan gelar kebangsawanan dari
Keraton Kasunanan Surakarta. Rencana Haryanto untuk kembali mencalonkan diri sebagai Bupati Pati periode 2017-2022
membuat kejadian ini memiliki nilai berita yang tinggi
di lingkup Kabupaten Pati. Terlebih terdapat pengemasan berita yang berbeda
antara satu media dengan media yang lain.
Suaramerdeka.com
dalam portal beritanya cenderung memposisikan gelar kebangsawanan ini sebagai
sesuatu yang sifatnya personal pada seseorang yang kebetulan menjabat sebagai Bupati Pati. Sedangkan direktoripati.com
lebih menonjolkan sisi Haryanto sebagai Bupati yang menjadi simbol “sesepuh”
bagi masyarakat setempat. Masyarakat
Pati memang menyukai kesenian daerah yang mengangkat cerita kejayaan Kabupaten
Pati di masa lalu. Bagi mereka Pati tidak akan pernah takluk dengan mataram
karena Pati lebih dulu ada dan kekuasaan Mataram tidak pernah bisa menduduki
wilayah Pati. Semangat kejayaan di masa lalu itulah yang kemudian dipakai untuk
mem-framing berita versi direktoripati.com.
Ritual
pemberian gelar di Keraton Solo bagi direktoripati.com bukan merupakan suatu
penghargaan karena gelar tersebut bisa dibeli dengan uang. Kehadiran Bupati
Pati ke Keraton
Solo di framing oleh media ini sebagai simbol
bahwa Penguasa Pati meminta-minta gelar. Direktoripati.com pun kemudian menampilkan
ahli sejarah yang berpendapat bahwa meminta gelar ke keraton Solo sama artinya
Penguasa Pati telah tunduk pada Mataram.
Tema
pemberitaan ini menjadi menarik untuk diteliti karena dua media lokal secara mainstream
memberitakan kejadian ini secara berbeda. Selain itu kedua media ini merupakan
media lokal paling banyak menjadi rujukan para pengguna media sosial. Kebanyakan
berita Kabupaten Pati yang di share
oleh netizen berasal dari dua media
ini.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pembingkaian berita tentang gelar kebangsawanan
Bupati Pati di media online direktoripati.com dan suaramerdeka.com
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam berbagai
bidang,
diantaranya:
1. Manfaat
akademis dari hasil penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran bagaimana media melakukan pembingkaian
tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati.
2. Manfaat
praktis dalam penelitian ini adalah dapat memberikan masukan bagikedua media
yang diteliti sekaligus juga menjadi masukan bagi Pemerintah Kabupaten Pati dalam mengkaji
strategi pengemasan media lokal.
BAB II
LANDASAN TEORI
KOMUNIKASI MASSA
Media
massa memiliki banyak aspek yang membuatnya penting dalam kehidupan politik.
Salah satu keunggulan media massa itu adalah daya jangkauannya (coverage) yang sangat luas dalam
menyebarluaskan berita dan opini publik dengan dukungan teknologi yang canggih.
Media massa juga mampu melipatgandakan pesan politik (multiplier of message) dengan jumlah yang besar, dan sekaligus
menciptakan wacana politik pada khalayaknya,
dalam menjalankan fungsinya sebagai agenda
setter.
Dalam
sistem demokrasi, media massa bisa berperan sebagai watch dog, bisa sebagai guard
dog dan bisa menjadi semacam lap dog. Sebagai watch dog (anjing pengawas), media massa
menjadi musuh berat buat pemerintah dan korporasi-korporasi besar dan sekaligus
berpihak pada masyarakat, khususnya bagi mereka yang tuna kuasa dan yang tidak
terorganisasi secara baik. Dalam model pertama ini, para jurnalis memandang
dirinya sebagai pembela kebenaran dan keadilan. Media ini tidak sudi
menyuarakan kepentingan para politisi dan para eksekutif puncak.
Model
kedua adalah sebagai guard dog
(anjing penjaga), dimana para jurnalis mendukung lembaga-lembaga politik yang
dominan, kelompok-kelompok ekonomi penting dan nilai-nilai yang diterima
masyarakat luas. Akan tetapi media massa dapat melancarkan kritik terhadap
lembaga-lembaga itu, terutama ketika sebagian elit dari kelompok-kelompok itu
melanggar sistem nilai yang berlaku.
Hanya
saja, para jurnalis tetap mendukung struktur kekuasaan yang ada, walaupun
melontarkan kritik terhadap kaum elitnya. Dalam model ini komitmen para
jurnalis dan media informasi adalah untuk melestarikan struktur politik dan
ekonomi yang sudah ada maka hakekatnya mereka mendukung status quo
dan kemapanan. Dengan demikian kritik dan kecaman yang dilontarkan hanya
menyangkut perorangan dan kadangkala mengenai kelemahan-kelemahan beberapa
institusi, tetapi keterikatan mereka untuk menjaga kelangsungan struktur
politik dan ekonomi yang ada adalah cukup berat.
Model
ketiga adalah sebagai lap dog (anjing
pangkuan). Lap dog adalah anjing
kecil nan jinak yang suka dielus-elus oleh pemiliknya di pangkuannya dan tidak
berbahaya sama sekali asalkan tetap diberi makan dan minum. Dalam model ketiga
ini, media massa memproduksi berita-berita untuk melayani kepentingan elit
politik dan elit ekonomi dan membiarkan kaum miskin dan yang sengsara berada
tetap di pinggiran.
Strategi Media Massa Dalam
Melakukan Konstruksi Realitas
Pada hakekatnya
isi media adalah
konstruksi realita dengan menggunakan
bahasa sebagai perangkat
dasarnya. Dengan demikian
bahasa adalah nyawa
bagi kehidupan media massa. Karena tanpa bahasa baik verbal
maupun nonverbal rekayasa realita dalam media massa tidak
akan tercipta. Berikut
ini adalah strategi
media massa
dalam konstruksi realitas
yang berujung pada
pembentukan citra. Dalam
buku Analisis Teks
Media yang ditulis oleh
Alex Sobur ada tiga
hal yang bisa
dilakukan media dalam
mengkonstruk realitas yaitu
dengan pemilihan simbol (fungsi bahasa),
pemilihan fakta yang
akan disajikan (strategi framing) dan kesediaan memberi tempat (agenda setting).
Dampak Dari Konstruksi Media Massa
Sebuah realita
bisa dikonstruksi dan dimaknai
secara berbeda oleh
media lain. Hasil
dari konstruksi dari
media tersebut juga
akan berdampak besar
kepada khalayak. Dampak
tersebut diantaranya:
1. Menggiring
khalayak pada ingatan tertentu
Media adalah
tempat dimana khalayak
memperoleh informasi mengenai
realitas yang
terjadi di sekitar mereka. Dengan demikian konstruksi yang disajikan media
ketika memaknai realitas mempengaruhi
bagaimana seperti yang
dikutip Eriyanto dari
W. Lance Bennet Regina G.
Lawrence dalam bukunya analisis framing
menyebutkan bahwa peristiwa sebagai ikon
berita. Apa yang
diketahui khalayak tentang
suatu realita disekitarnya
tergantung pada bagaimana
media menggambarkanya. Sebuah
ikon yang ditanamkan
oleh media sebagai
pencitraan dari sebuah
realita akan diingat
kuat oleh khalayak.
Ideologi Media
Raymond
Williams mendefenisikan ideologi sebagai system diartikulasikannya
makna, nilai-nilai, keyakinan, dari jenis yang biasa yang diabstraksikan sebagai sudut pandang.
Menurut Samuel Becker (1984), ideology mengatur
cara kita untuk memandang dunia dan diri kita sendiri, dan mengontrol apa yang kita lihat secara alami. Gouldner
mengatakan bahwa ideology mengasumsikan
adanya kepentingan khusus sebagai mekanisme simbolis kepentingan para strata sosial yang
beragam, yang kemungkinan membuat anggapan
yang kompatibel terhadap perubahan kondisi sosial.
Secara
umum, ideologi mempunya pengertian dalam tataran positif dan negatif. Dalam tataran positif, ideologi
dipersepsikan sebagai realitas pandangan dunia
yang menyatakan sistem nilai kelompok atau komunitas sosial tertentu untuk melegitimasi kepentingannya.
Sedangkan dalam tataran negatif, ideology dipersepsikan
sebagai realitas kesadaran palsu.
Menurut
Teun A. Van Dijk, ideologi dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktik individu
atau anggota suatu kelompok. Ideologi membuat
anggota dari suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan masalah mereka, dan
memberikan kontribusi dalam membentuk
solidaritas dan kohesi di dalam kelompok. Dalam perspektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi
penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat
sosial, tidak personal atau individual, dimana ideologi membutuhkan share
diantara anggota kelompok atau organisasi. Kedua, ideologi digunakan secara internal di antara anggota
kelompok.
Pendekatan
konstruksionisme memperkenalkan konsep ideologi untuk menjelaskan bagaimana wartawan membuat
liputan berita memihak satu pandangan,
menempatkan pandangan satu lebih menonjol dibandingkan pandangan kelompok lain
dan sebagainya. Kecenderungan atau ideologi itulah yang menentukan bagaimana fakta itu
dipahami, fakta mana yang diambil dan mana
yang dibuang.
Media
dipandang sebagai instrumen ideologi, melalui mana satu kelompok menyebarkan pengaruh dan dominasinya
kepada kelompok lain. Media disini tidak
dipandang sebagai wilayah yang netral di mana berbagai kepentingan dan pemaknaan dari berbagai kelompok
ditampung. Dalam hal ini, media memerankan
dua hal, yakni sebagai sumber dari kekuasaan hegemonik di mana kesadaran khalayak dikuasai, serta media
dapat menjadi sumber legitimasi, dimana lewat media mereka yang berkuasa dapat
memupuk kekuasaannya agar tampak
absah, benar, dan memang seharusnyalah seperti itu.
Media online
Media
online adalah salah satu media informasi yang menggunakan jaringan internet, dimana media tersebut
mampu memberikan beragam pilihan. Internet
di desain
sebagai media komunikasi dua arah dimana masyarakat mampu memproduksi, dan membuat berita harian
menjadi teks interaktif. Media online adalah
salah satu bagian dari media baru
yang
memiliki karakteristik berbeda dengan
media tradisional.
Beberapa yang menjadi
keuntungan media online adalah:
1. Audience Control,
publik menjadi lebih leluasa dalam
memilih berita yang diinginkannya.
Publik (audience) memiliki kesempatan
untuk berperan aktif dalam
produksi berita.
2. Nonlienarity,
yang memungkinkan jurnalis lebih fleksibel dalam menyajikan berita, juga memudahkan publik untuk
memilih informasi yang diinginkannya.
3. Storage and retrieval,
dimana berita-berita di media online, akan selalu tersimpan
sehingga mudah untuk diakses kembali oleh publik.
4. Unlimited space,
memungkinkan untuk memuat jumlah berita yang disampaikan
menjadi panjang sehingga menjadi lebih lengkap.
5. Immadiacy,
dimana berita disampaikan secara cepat melebihi kecepatan media tradisional dan langsung kepada publik.
6. Multimedia capability,
yang mendukung kinerja redaksi dalam menyertakan teks,
suara, gambar, video dan komponen lain dalam berita secara bersamaan.
7. Interactivity
(timbal-balik), yang memungkinkan adanya peningkatan partisipasi publik dalam pemberitaan
secara langsung.
Jurnalisme Online
Jurnalisme
online adalah tipe baru jurnalisme karena memiliki sejumlah fitur dan karakteristik yang berbeda
dari jurnalisme tradisional. Fitur-fitur uniknya mengemuka
dalam teknologinya, menawarkan kemungkinan-kemungkinan tidak terbatas dalam memproses dan menyebarkan
berita. Deuze menyatakan bahwa perbedaan jurnalisme online dengan media
tradisional, terletak pada keputusan jenis
baru yang dihadapi oleh para wartawan cyber. “Online Journalism harus membuat
keputusan-keputusan mengenai format media yang paling tepat mengungkapkan sebuah kisah tertentu dan
harus mempertimbangkan cara-cara untuk
menghubungkan kisah tersebut dengan kisah lainnya, arsip-arsip, sumbersumber, dan lain-lain melalui hyperlinks”.
Pavlik
dalam Journalism and New Media (2001)20, menyebut tipe baru jurnalisme online sebagai contextualized
journalism, karena mengintegrasikan 3 (tiga) fitur komunikasi yang unik, yaitu kemampuan
multimedia berdasarkan platform digital,
kualitas interaktif komunikasi online, dan fitur yang ditatanya (customizable
features).
Rafaeli
dan Newhagen mengidentifikasi
5 (lima) perbedaan
utama antara jurnalisme
online dan media massa tradisional, yaitu kemampuan internet untuk mengombinasikan sejumlah media,
kurangnya tirani penulis atas pembaca, tidak seorang
pun dapat mengendalikan perhatian khalayak, internet dapat membuat proses komunikasi berlangsung sinambung,
dan interaktifitas web. Karakteristik lain
dari media ini adalah kecepatannya secara keseluruhan yang menarik sekaligus menakutkan. Jurnalisme online
memampukan jurnalisnya untuk menyuguhkan
berita terbaru sehingga pembaca akan selalu mengetahui hal-hal baru lainnya.
Kekuatan
jurnalisme online terletak pada kemampuannya dalam mengupdate informasi terbaru termasuk
foto, video dan audio yang mendukung, menampilkan
berita secara langsung, mampu lebih mendalam dibanding media penyiaran. Sedangkan yang menjadi
kelemahannya yaitu harus menyalakan komputer,
kualitas videonya yang rendah, membutuhkan konsentrasi, download yang mengganggu akses cepat ke
informasi, dan kadang-kadang sumber masih dipertanyakan.
Penyajian
atau perancangan informasi dalam bentuk web ini tidak bersifat linear, dua dimensi, dengan paradigma
urut-urutan dari halaman depan dengan berita-berita
penting sampai ke halaman belakang. Dalam jurnalisme online, ada konsep navigasi dan interface, dalam menuntun khalayak. Dari urutan daftar isi (indeks)
di tampilan awal dari layar situs, khalayak bisa diajak meloncat-loncat ke berbagai artikel di halaman berikutnya
berdasarkan hubungan link yang telah dirancang.
Framing
Framing
adalah sebuah cara bagaimana perisiwa disajikan oleh media. Penyajian tersebut dilakukan dengan
menekankan bagian tertentu, menonjolkan aspek
tertentu, dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu realitas/ peristiwa.
Di sini media menyeleksi,
menghubungkan, dan menonjolkan peristiwa
sehingga makna dari peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak. Penonjolan
atau penekanan aspek tertentu dari realitas tersebut haruslah dicermati lebih jauh. Karena
penonjolan atau penekanan aspek tertentu dari
realitas tersebut hanya akan
membuang bagian tertentu saja yang lebih bermakna,
lebih mudah diingat, dan lebih mengena dalam pikiran khalayak.
Analisis
framing cocok digunakan untuk melihat konteks sosial budaya suatu wacana, khususnya hubungan antara
berita dan ideologi, yakni proses atau mekanisme
mengenai bagaimana berita membangun, mempertahankan, mereproduksi, mengubah, dan meruntuhkan
ideologi. Analisis framing dapat digunakan
untuk melihat siapa mengendalikan siapa dalam suatu struktur kekuasaan, pihak mana yang diuntungkan
dan dirugikan, siapa si penindas dan si tertindas,
tindakan politik mana yang konstitusional dan yang inkonstitusional, kebijakan publik mana yang harus
didukung dan tidak boleh didukung dan sebagainya.
Frame
media adalah bentuk yang muncul dari pikiran (kognisi), penafsiran, dan penyajian dari seleksi,
penekanan, dan pengucilan dengan menggunakan
simbol-simbol yang dilakukan secara teratur dalam wacana yang terorganisir, baik dalam bentuk verbal maupun
visual. Dengan frame, jurnalis memperoleh
berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif
tertentu dan disampaiakan kepada khalayak.
Ada
dua aspek dalam framing, yaitu memilih fakta/ realitas
dan menuliskan fakta. Proses
memilih fakta didasarkan pada asumsi, karena warwatan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa
perspektif. Dalam memilih fakta ini, selalu terkandung
dua kemungkinan, yaitu apa yang dipilih (included)
dan apa yang dibuang
(excluded). Bagian mana dari realitas
yang diberitakan dan bagian mana yang
tidak diberitakan.
Penekanan aspek tersebut dilakukan dengan memilih angel
tertentu, fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainya.
Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu
peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lainnya.
Proses
penulisan fakta berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan
itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi
apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Elemen menulis fakta berkaitan dengan
penonjolan realitas. Pemakaian kata, kalimat
atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek tertentu dari realitas. Semua aspek itu dipakai untuk
membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita
menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak.
Meskipun
sulit membuat berita yang objektif terhadap semua pihak dan fakta-fakta yang ada, objektivas tetap
diperlukan sebagai tolak ukur dalam menilai berita.
Menurut Entman, secara teoritik objektivitas membatasi wartawan untuk tidak melukiskan realitas menurut
kepentingannya sendiri. Persyaratan utama untuk
mencapai objektivitas berita, yaitu aspek depersonalisasi yang menuntut reporter untuk tidak melibatkan ideologi
mereka sendiri ke dalam pemahaman tentang
berita atau penilaian yang berkaitan dengan substansi berita dan aspek keseimbangan untuk mencapai posisi
netral.
Menurut
John C. Merril dan Everett E.
Dennis, objektivitas dapat dicapai dengan memisahkan fakta dari pendapat, menyajikan pandangan terhadap berita
tanpa disertai dimensi emosional dan berusaha
untuk jujur dan seimbang dengan memberikan kesempatan kepada seluruh pihak untuk menjawab agar
mendapatkan informasi yang cukup. Asumsi
dasar dari framing adalah individu wartawan selalu menyertakan pengalaman hidup, pengalaman sosial dan
kecenderungan psikologisnya ketika menafsirkan
pesan yang datang kepadanya.
Dalam
proses konstruksi sosial terhadap suatu wacana, pengalaman dan
kecenderungan individu mengendap, mengkristal
dan membentuk pemahaman yang memberikan kemampuan individu untuk memetakan, menerima,
mengidentifikasi dan memberikan label pada peristiwa
dan informasi yang dihadapinya. Dengan kata lain, proses framing merupakan bagian yang integral dari
proses redaksional media massa dan menempatkan
awak media pada posisi strategis.
FRAMING ROBERT
M. ENTMAN
Konsep
framing Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari
realitas oleh media. Framing dipandang sebagai
penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada
isu yang lain. Kata penonjolan itu sendiri
dapat didefenisikan membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat oleh
khalayak. Bentuk penonjolan bias beragam,
dengan menempatkan satu aspek informasi lebih menonjol dibandingkan yang lain, lebih mencolok,
melakukan pengulangan informasi yang dipandang
penting atau dihubungkan dengan aspek budaya yang akrab di benak khalayak.
Entman melihat framing
dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan
atau penonjolan aspek tertentu dari realitas/ isu.
1. Seleksi
isu berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang
diseleksi untuk ditampilkan. Dari
proses ini selalu terkandung di dalamnya ada
bagian berita yang dimasukkan (included),
tetapi ada juga yang dikeluarkan (excluded).
Tidak semua aspek atau
bagian dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu.
2. Penonjolan
aspek tertentu dari realitas berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu
peristiwa/isu tersebut telah dipilih, bagaimana aspek
tersebut ditulis. Hal
ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat,
gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak. Kata-kata tertentu
tidak hanya memfokuskan perhatian khalayak pada masalah tertentu, tetapi juga membatasi persepsi
dan mengarahkannya pada cara berpikir
dan keyakinan tertentu.
Dalam
konsepsi Entman, framing merujuk pada pemberian defenisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu
wacana untuk menekankan kerangka
berpikir tertentu terhadap peritiwa yang
diwacanakan. Elemen-elemen dalam
framing Entman terdiri atas define
problems, diagnose causes, make moral judgement,
dan
treatment recommendation.
Elemen-elemen dalam
Framing Entman, sebagai berikut;
Define
Problems (pendefinisian
masalah) merupakan
master frame/ bingkai paling utama. Elemen ini menekankan bagaimana
peristiwa dipahami oleh
wartawan. Peristiwa yang sama dapat
dipahami secara berbeda dan bingkai ini akan
menyebabkan realitas bentukan yang berbeda
juga. Bagaimana suatu peristiwa/ isu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa?
Diagnose causes (Memperkirakan
masalah atau sumber masalah) merupakan
elemen untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari
suatu peristiwa.
Penyebab di sini bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga siapa
(who). Bagaimana
peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang
dianggap sebagai sumber masalah.Peristiwa itu dilihat
disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab dari
suatu masalah?
Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah?
Make moral judgement (Membuat
keputusan moral) merupakan
elemen yang dipakai untuk membenarkan/ memberi argumentasi pada pendefisian
masalah, yang bertujuan untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan
yang dikutip
berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak. Nilai
moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral
apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi
suatu tindakan?
Treatment
Recommendation (Menekankan penyelesaian) dipakai untuk menilai apa yang
dikehendaki wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan
masalah. Penyelesaian tersebut tergantung pada bagaimana peristiwa
dilihat, dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah. Penyelesaian
apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/ isu? Jalan apa yang ditawarkan
dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah?
Konsep
pembingkaian ini dipilih karena ingin melihat bagaimana tingkat objektivitas awak media dalam
memberitakan tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati.
Dalam penelitian ini, pembingkaian digunakan
untuk melihat apakah berita
yang dihadirkan lahir dari fakta yang ada, bukan sekadar pilihan jurnalis, dan aspek mana yang
lebih ditonjolkan media.
BAB III
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang berusaha memahami suatu fenomena
tertentu dalam bentuk kata-kata atau bahasa dengan
berbagai metode. Menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secara fundamental bergantung
dari pengamatan pada manusia dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Sedangkan menurut Jane
Richie, penelitian kualitatif adalah upaya
untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan
persoalan tentang manusia yang diteliti.
Dalam
penelitian ini, pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisa teks berita
di situs direktoripati.com dan suaramerdeka.com terkait pemberitaan tentang
gelar kebangsawanan Bupati Pati.
Penelitian kualitatif
memiliki sejumlah ciri yang membedakannya dengan penelitian
lainnya. Beberapa buku rujukan, misalnya Bogdan dan Biklen (1982), Guba dan Linciln (1994), Crewell (1994),
Neuman (1991), Mostyn (1985) atau Moleong
(1994), menyebutkan beberapa ciri penelitian kualitatif, diantaranya:
1. Mengkonstruk realitas makna sosial
budaya
2. Meneliti interaksi peristiwa dan
proses
3. Melibatkan variable-variabel yang
kompleks dan sulit diukur
4. Memeliki keterkaitan erat dengan
konteks
5. Melibatkan peneliti secara penuh
6. Memiliki latar belakang alamiah
7. Menggunakan sampel purposif
8. Menerapkan analisis induktif
9. Mengutamakan “makna” di balik
realitas
10.
Mengajukan pertanyaan “mengapa”, bukan “apa”.
Sifat Penelitian
Penelitian
ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan fenomena sosial dan
menyajikan gambaran yang lengkap tentang suatu
kejadian dan hubungan yang terdapat dalam penelitian. Metode deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual,
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena
yang diselidiki.
Dalam
penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan
demikian, laporan penelitian akan
berisi kutipan- kutipan data untuk memberi gambaran
penyajian laporan tersebut. Penelitian
ini berusaha memaparkan bagaimana media online khususnya direktoripati.com dan
suaramerdeka.com dalam menyajikan pemberitaan kepada masyarakat tentang gelar
kebangsawanan Bupati Pati.
Unit Analisis
Unit
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks berita pada situs direktori.com dan suaramerdeka.com.
Pemilihan teks berita tersebut dilakukan, karena keduanya sangat kuat dalam membingkai
isu pemberian gelar kebangsawanan. Teks
berita yang dipilih ditentukan berdasarkan kesamaan tema yang diusung oleh
kedua media online yang sering menjadi rujukan masyarakat.
Tabel 1
Unit Analisis dalam Situs
Pemberitaan direktoripati.com
TANGGAL
TERBIT
|
JAM TERBIT
|
JUDUL BERITA
|
6
September 2016
|
14.30
|
Gelar
Adipati untuk Bupati Pati dari Surakarta Menuai Kritik
|
Tabel 2
Unit Analisis dalam Situs
Pemberitaan suaramerdeka.com
TANGGAL
TERBIT
|
JAM TERBIT
|
JUDUL BERITA
|
6
September 2016
|
17.45
|
Haryanto
Terima Gelar Kebangsawanan
|
Metode
Pengumpulan Data
Dalam
sebuah penelitian, data memiliki peranan yang cukup penting dalam keseluruhan proses penelitian.
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan dengan berbagai
cara. Data adalah informasi yang didapatkan melalui metode pengukuran tertentu, yang
kemudian digunakan sebagai dasar untuk menyusun sebuah argumentasi yang menggambarkan realitas yang ada.
Teks
berita tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati di situs direktoripati.com dan
suaramerdeka.com merupakan data primer dalam penelitian ini. Data tersebut
dikumpulkan untuk melihat bagaimana media online mengkonstruksikan berita
tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati dalam melalui analisis framing.
Metode Analisis Data
Dalam
penelitian kualitatif, analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai
pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles
dan Huberman (1984)60, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus, sehingga
datanya sudah jenuh. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis framing atau
pembingkaian yang merujuk pada model framing
Robert N. Entman.
Konsep
framing Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari
realitas oleh media. Framing dipandang sebagai
penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada
isu yang lain. Kata penonjolan itu sendiri
dapat didefenisikan membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat oleh
khalayak. Bentuk penonjolan bias beragam,
dengan menempatkan satu aspek informasi lebih menonjol dibandingkan yang lain, lebih mencolok,
melakukan pengulangan informasi yang dipandang
penting atau dihubungkan dengan aspek budaya yang akrab di benak khalayak.
Entman
melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek tertentu
dari realitas/ isu.
1. Seleksi
isu berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang
diseleksi untuk ditampilkan? Dari proses ini
selalu terkandung di dalamnya ada bagian berita yang dimasukkan (included),
tetapi ada juga yang
dikeluarkan (excluded). Tidak semua
aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan
memilih aspek tertentu dari suatu isu.
2. Penonjolan
aspek tertentu dari realitas berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu
peristiwa/isu tersebut telah dipilih, bagaimana aspek
tersebut ditulis? Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu
untuk ditampilkan kepada khalayak. Katakata tertentu
tidak hanya memfokuskan perhatian khalayak pada masalah tertentu, tetapi juga membatasi persepsi
dan mengarahkannya pada cara berpikir
dan keyakinan tertentu.
Dalam
konsepsi Entman, framing merujuk pada pemberian defenisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi
dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka
berpikir tertentu terhadap peritiwa yang diwacanakan. Elemen-elemen dalam framing Entman terdiri atas define problems, diagnose causes, make moral judgement, dan treatment recommendation.
Tabel
3
Elemen-elemen
dalam Framing Entman
Define
Problems
(pendefinisian
masalah)
|
· Merupakan
master frame/bingkai paling utama.
Elemen ini menekankan bagaimana
peristiwa
dipahami oleh wartawan. Peristiwa yang
sama
dapat dipahami secara berbeda dan
bingkai ini
akan menyebabkan realitas bentukan
yang
berbeda juga.
· Bagaimana
suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai
apa? Atau sebagai masalah apa?
|
Diagnose causes
(Memperkirakan
masalah
atau
sumber masalah)
|
yang
dianggap sebagai aktor dari suatu
peristiwa.
Penyebab di sini bisa berarti apa
(what),
tetapi bisa juga siapa (who).
Bagaimana
peristiwa dipahami, tentu saja
menentukan
apa dan siapa yang dianggap
sebagai
sumber masalah.
yang
dianggap sebagai penyebab dari suatu
masalah?
Siapa (aktor) yang dianggap sebagai
penyebab
masalah?
|
Make moral judgement
(Membuat
keputusan moral)
|
membenarkan/memberi
argumentasi pada
pendefisian
masalah, yang bertujuan untuk
mendukung
gagasan tersebut. Gagasan yang
dikutip
berhubungan dengan sesuatu yang
familiar
dan dikenal oleh khalayak.
menjelaskan
masalah? Nilai moral apa yang
dipakai
untuk melegitimasi atau
mendelegitimasi
suatu tindakan?
|
Treatment Recommendation
(Menekankan
penyelesaian)
|
wartawan.
Jalan apa yang dipilih untuk
menyelesaikan
masalah. Penyelesaian tersebut
tergantung
pada bagaimana peristiwa dilihat,
dan
siapa yang dipandang sebagai penyebab
masalah.
mengatasi
masalah/isu? Jalan apa yang
ditawarkan
dan harus ditempuh untuk
mengatasi
masalah?
|
Konsep
pembingkaian ini dipilih karena ingin melihat bagaimana tingkat objektivitas awak media dalam
memberitakan gelar kebangsawanan Bupati Pati. Dalam penelitian ini,
pembingkaian digunakan untuk melihat apakah berita yang dihadirkan lahir dari
fakta yang ada, bukan sekadar pilihan jurnalis, dan aspek mana yang lebih
ditonjolkan media.
BAB
IV
ANALISA
DAN PEMBAHASAN
KONSTRUKSI
PEMBERITAAN “GELAR KEBANGSAWANAN BUPATI”
DI MEDIA ONLINE DIREKTORI PATI DAN
SUARA MERDEKA
PERANGKAT
FRAMING ENTMAN
|
DIREKTORI
PATI
|
SUARA
MERDEKA
|
JUDUL
|
Gelar
Adipati untuk Bupati Pati dari Surakarta Menuai Kritik
|
Haryanto
Terima Gelar Kebangsawanan
|
LEAD
|
Bupati Pati Haryanto kemarin menerima
gelar kebangsawanan dari Keraton Surakarta Hadiningrat, Kabar ini sontak
mendapatkan kritik dari sejumlah pegiat sejarah di Pati. "Gelar adipati,
itu sama halnya Pati menjadi bagian dari kerajaan Surakarta. Padahal dalam
perjalanan sejarahnya, hal itu tidak pernah terjadi. Pati itu merdeka dan
lebih tua," ujar salah satu pegiat sejarah Pati yang enggan disebut
namanya.
|
Bupati Pati, Haryanto menerima gelar
kebangsawanan ’’Kanjeng Raden Aryo’’ dari Keraton Kasunanan Surakarta,
kemarin. Menurut Wakil dari Pakubuwono XIII, KGPH Puger yang juga turut
menyaksikan prosesi wisuda, gelar Haryanto diperoleh lebih karena faktor
kekerabatan. ’’Mereka yang diwisuda di ruangan ini masih ada silsilah
kekerabatan dengan keraton
|
Define Problems
(Pendefinisian Masalah)
Bagaimana peristiwa dilihat? Sebagai
apa? Sebagai masalah apa?
|
Bupati mendapat gelar kebangsawanan
itu dikaitkan dengan kepercayaan masyarakat bahwa Pati takluk pada Mataram
|
Gelar kebangsawanan ini sifatnya
personal, pada seseorang yang kebetulan menjabat sebagai Bupati Pati. Dan gelar ini bukan meminta
tapi karena Haryanto benar-benar memiliki keturunan keraton
|
Diagnose Causes
(Memperkirakan Masalah atau Sumber
Masalah)
Peristiwa itu disebabkan oleh apa? Apa
yang menjadi penyebab suatu masalah? Siapa aktor (orang) yang menyebabkan
masaah?
|
Sebab : pemberian gelar kebangsawanan
dari Keraton Solo selama ini identik dengan sesuatu yg bisa diminta (dibeli)
Aktor: Bupati Pati
|
Sebab : Haryanto punya darah ningrat
sehingga sudah sewajarnya ia mendapatkan gelar kebangsawanan
Aktor : Haryanto
|
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)
|
Nilai moral : semangat heroik kejayaan
di masa lalu dimana Pati tidak pernah ditundukkan oleh Mataram
|
Nilai moral : mengakui keberadaan
leluhur dan menghargai budaya
|
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian masalah)
Penyelesaian
apa yang ditawarkan? Jalan apa yang ditempuh untuk menyelesaikan masalah?
|
Bupati Pati harus lebih memahami
sejarah Pati, sehingga Haryanto bisa menolak pemberian gelar tersebut
|
Pada gelar kebangsawanan melekat
tanggung jawab moral yang lebih besar untuk membawa nama baik leluhur. Untuk
mendedikasikan hidupnya bagi rakyat
|
Analisa dan Pembahasan :
Dengan
tema yang sama, kedua media ini mengkonstruksi media secara berbeda. Suara
Merdeka lebih cenderung membela Bupati karena media ini membingkainya sebagai
seorang keturunan keraton yang kebetulan menjadi Bupati Pati. Sebaliknya
Direktori Pati pemberitaannya cenderung menyerang Bupati dengan menonjolkan
sisi Haryanto sebagai Bupati yang menjadi simbol “sesepuh” bagi masyarakat
setempat.
Direktori
Pati memilih narasumber dari tokoh budaya untuk menguatkan framingnya tentang
sosok ideal Bupati Pati yang seharusnya enggan menerima gelar kebangsawanan
dari keraton Solo. Kecenderungan Direktori Pati untuk menyerang Bupati juga
nampak dari pilihan judul yang lebih provokatif.
Sementara
itu, Suara merdeka lebih memilih framing yang lebih soft dan cenderung memihak
Bupati karena memang wartawan Suara Merdeka adalah Tim Sukses Haryanto,
sedangkan Direktori Pati pemiliknya merupakan lawan politik Bupati.
Isu
ini diangkat oleh Direktori Pati karena lima bulan lagi Haryanto akan maju Pemilihan Bupati lagi pada tahun 2017.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Dari
hasil analisis dan diskusi tentang pembingkaian direktoripati.com dan
suaramerdeka.com dalam pemberitaan
tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati, peneliti menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
- Dua media yang berbeda orientasi politik dapat memberitakan sebuah tema yang sama, dengan konstruksi yang berbeda.
- Pemilihan narasumber berita turut menentukan bagaimana sebuah berita dibingkai.
- Orientasi politik pemilik ataupun awak media sangat menentukan keberpihakan atas sebuah isu politis yang berkembang di masyarakat.
- Agenda politik di tingkat lokal (Pilbup) sangat berpengaruh terhadap pemberitaan media lokal yang partisan
Implikasi Penelitian
- Implikasi Akademik
Penelitian ini terkait dengan framing
media tentang gelar kebangsawanan Bupati Pati. Teori,
konsep dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang
bagaimana pembingkaian dua media lokal terpopuler di Pati terhadap pemberitaan
gelar kebangsawanan Bupati.
- Implikasi Praktis
Penggunaan model analisis framing Robert
N. Entman, secara sistematis mampu memberikan gambaran tentang pembingkaian
yang dilakukan oleh kedua media lokal tersebut.
Rekomendasi Penelitian
- Rekomendasi Akademik
Selain
menggunakan model analisis framing Eantman, penelitian lain dengan unit penelitian yang sama dapat
menggunakan model analisis framing
lainnya.
- Rekomendasi Praktis
Dari
hasil penelitian ini, disarankan agar menjadi bahan mapping bagi program media
relations dan manajemen isu pada Bagian Humas Pemkab pati
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arifin, Anwar, Prof.Dr. 2011. Komunikasi
Politik; Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik
Indonesia. Edisi Kedua. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arifin, Anwar. 2010. Opini Publik.
Depok: Gramata Publishing.
Burns, James. 1978. Leadership. New
York: Harper & Row Publisher.
Craig, Richard. 2005 Online Journalism;
Reporting, Writing and Editing for New Media. USA: Thomson Wadsworth.
Eriyanto. 2009. Analisis Wacana:
Pengantar Analisis Teks Media. Cetakan
Hall, Jim. 2001. Online Journalism: A
Critical Primer. London: Pluto Press.
Hall, Jim. 2005. Online Journalism:
Principles and Practices of News for The
Irawan, Prasetya, Dr, M.Sc. 2007.
Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Cetakan Kedua Puluh Satu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian.
Jakarta : Ghaka Indonesia.
Neuman, William Lawrence. 2003. Social
Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. USA: Pearson Education.
Nugroho, Bimo, Eriyanto, Frans
Surdiasis. 1999. Politik media Mengemas Berita. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Patton, Michael Quinn. 2002. Qualitative
Research & Evaluation methods, 3rd edition. Thousand Oaks
California: Sage Publication.
Rais, Mohammad Amien. 2008. Agenda
Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia!. Yogyakarta: PPSK Press.
Santana K, Septiawan. 2005. Jurnalisme
Kontemporer. Jakarta: Yayasan OborIndonesia.
Steven J, Kirsh. 2006. Children,
Adolescents, and Media Violence; A critical Look at the Research. California:
Sage Publication.
Sudibyo, Agus. 2009. Kebebasan Semu:
Penjajahan Baru di Jagat Media. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
No comments:
Post a Comment